GARUT - Seorang kakek berusia 67 tahun berinisial DS diringkus polisi. Dia ditangkap karena telah menganiaya delapan perempuan, tiga diantaranya tewas.
Sedangkan tiga korban lain menderita luka-luka, dan dua korban masih dalam proses penyelidikan polisi. “Di lihat dari kasusnya, tersangka DS melakukan penganiayaan dan upaya pembunuhan terhadap seluruh korban. Cara penganiayaan pun sama, yaitu korban di tenggelamkan atau dibenamkan ke dalam air,” kata Kasat Reskrim Polres Garut AKP Dadang Garnadi kemarin.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh polisi, DS warga asal Kampung Cicadas Lebak, Desa Pasir Waru, Kecamatan Limbangan ini beraksi di enam lokasi berbeda sejak 2013. Tiga lokasi kejadian di antaranya berada di wilayah Kabupaten Garut. “Sementara TKP lainnya yaitu satu di wilayah hukum Polres Bandung, satu di Sumedang, dan satu di Cianjur,” ujar Kasat Reskrim.
Penyelidikan kasus tersebut, tutur Dadang, berawal dari penemuan mayat wanita tanpa identitas di sungai, wilayah Kecamatan Leles, Garut, beberapa waktu lalu. Kasus penemuan mayat tanpa identitas ini kemudian terungkap setelah salah seorang korban bernama Rina, warga Sumedang, ditemukan di lokasi yang sama dalam keadaan hidup pada Minggu 1 Februari 2015 lalu.
“Sebelumnya di lokasi sungai itu kami sempat menemukan mayat wanita tanpa identitas. Saat penyelidikan masih di lakukan, warga kembali menemukan korban berjenis kelamin wanita di tempat yang sama. Korban bernama Rina ini dalam keadaan hidup sehingga kami sempat memintai keterangan darinya. Dugaan kami bahwa pelakunya adalah orang sama yang membunuh mayat tak beridentitas sebelumnya pun menguat,” tutur Dadang.
Setelah mendapat informasi dari korban Rina tentang cirri-ciri dan identitas pelaku, polisi langsung memburu DS ke wilayah Kecamatan Limbangan. DS ditangkap petugas saat sedang mencuci motor. “Dia ditangkap pada Selasa 2 Februari 2015 tanpa perlawanan. Berdasarkan interogasi sementara, DS mengakui seluruh perbuatannya.
Mayat wanita tanpa identitas yang ditemukan sebelumnya itu pada akhirnya terungkap atas nama Acih, warga Limbangan, Garut. Yang mencengangkan, ternyata DS mengaku masih terdapat sejumlah korban lain baik meninggal dunia atau masih hidup,” ungkap dia.
Dadang menyebutkan, enam korban DS yang berhasil diidentifikasi adalah Acih warga Kecamatan Limbangan Garut, Rina warga Sumedang, Rosita Nurdiyanti warga Kecamatan Selaawi Garut, Neni warga Kecamatan Tarogong Kaler, Sopiah warga Bandung, dan Enok Mulyati warga Sumedang. Sedangkan dua korban lain masih dalam penyelidikan polisi.
“Korban DS yang meninggal adalah Acih, Rosita, dan Neni. Sedangkan tiga korban yang masih hidup adalah Rina, Sopiah, dan Enok. Sementara dua korban lain, masih dalam penyelidikan petugas dari Polres Sumedang,” kata Dadang.
Kuat dugaan, kata Dadang, masih banyak korban DS lain yang belum terungkap. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kini DS telah mendekam di Mapolres Garut. “DS dijerat Pasal 365 ayat (1), ayat (2) ke 4E, dan ayat 3 KUH Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. DS juga diancam pasal berlapis karena telah merencanakan semua perbuatannya. Dia jelas telah merencanakan semuanya,” ujar Dadang.
Koleksi Barang Berharga Milik Korban
Kepada petugas, motif tersangka DS melakukan penganiayaan dan pembunuhan ada lah ingin menguasai harta para korban. Harta berupa perhiasan dan benda-benda diambil setelah tersangka yakin para korban tewas seusai dianiaya dan ditenggelamkan.
DS pun ternyata gemar mengoleksi barang-barang milik korbannya. Perilaku ganjil DS ini diketahui setelah polisi menggeledah rumahnya. “Barang-barang milik kedelapan korban ternyata dikoleksi di rumah tersangka. Saat kami geledah rumahnya, kami menemukan banyak barang yang terdiri dari tas, handphone, perhiasan, gelang perak, sampai foto salah satu korban,” kata Dadang.
Istri korban bernama Yani, 50, telah diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi. Dari pengakuan Yani kepada penyidik, DS mulai mengumpulkan barang-barang yang sebagian besar milik wanita sejak 2013 lalu. “Istrinya mengaku DS sudah mengoleksi benda-benda itu sejak 2013 lalu. Namun dia tidak tahu dari mana DS mendapat barang-barang tersebut,” ujar dia.
Dadang mengemukakan, salah seorang korban selamat, Sopiah menceritakan, dia mengenal tersangka DS yang mengaku sebagai duda yang sedang mencari jodoh untuk dinikahi. Kebetulan Sopiah berstatus janda. “Agar Sopiah tertarik, DS mengaku sebagai juragan atau bandar sapi. Hubungan keduanya pun berjalan lancar. Hingga pada suatu waktu, DS mengajak Sopiah untuk menemui orang tua DS untuk dikenalkan,” ungkap Dadang.
Karena akan bertemu dengan calon mertua, Sopiah mengenakan seluruh perhiasan miliknya. Namun ternyata DS bukan mengajak Sopiah ke orang tua DS, melainkan ke sebuah tempat sepi. “Di sana DS mengeksekusi Sopiah. Setelah merasa yakin Sopiah meninggal, DS melucuti perhiasan dan barang-barang berharga milik korban. Di luar sepengetahuan DS, ternyata Sopiah masih hidup. Kami berencana akan memeriksakan kondisi kejiwaan DS,” tutur Kasat Reskrim.
Sementara itu Kriminolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Yesmil Anwar menegaskan, bahwa perilaku kakek DS sudah menyimpang dan melakukan pembunuhan berantai. “Melihat dari motif, korban dan cara eksekusinya memang bisa dikatakan sebagai pembunuhan berantai. Ditambah ada perilaku menyimpang yaitu mengoleksi barang-barang milik korban,” kata Yesmil saat di hubungi KORAN SINDO tadi malam.
Dalam kejahatan biasa, ujar Yesmil, biasanya ada tiga motif pembunuhan, di antaranya kekuasaan, harta, dan sosial terutama masalah percintaan. Tetapi, ada motif lain yang melatarbelakangi perbuatan itu yakni, kelainan jiwa pelaku (psikopat).
Post a Comment
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan.