Komunitas Penyandang Disabilitas Jawa Barat yang berada di bawah Ikatan
Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), Persatuan Tunanetra Indonesia
(Pertuni), Forum Perjuangan Difabel dan organisasi difabel lainnya,
mengancam akan turun ke jalan jika oknum guru bejat pelaku pencabulan
terhadap 5 Siswi SLBN di Garut tidak segera dipecat dari jabatannya dan
di proses secara hukum, Kamis (21/3/2013)
BANDUNG, KOMPAS.com - Belum adanya titik terang soal
penyelesaian kasus pencabulan lima orang siswi penyandang tuna grahita
di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 2 Garut, yang dilakukan oknum guru
olahraga beberapa waktu lalu.
Komunitas Penyandang Disabilitas Jawa Barat yang berada di bawah Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Forum Perjuangan Difabel dan organisasi difabel lainnya, mengancam akan turun ke jalan jika sang oknum guru tersebut tidak segera dipecat dari jabatannya, dan menjalani hukum.
"Bukan kemungkinan lagi, tapi kita pasti akan turun ke jalan jika dalam dua minggu ini masalah pelecehan seksual kepada saudara kami di Garut belum tuntas," kata Ketua Ikatan Alumni Panti Sosial Bina Netra Wiyata Guna, Suhendar di Bandung, Kamis (21/3/2013).
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Jawa Barat Yudi Yusfat mengecam keras perlakuan oknum pendidik yang telah dianggap mencederai norma-norma pendidikan, kemanusiaan, moral dan agama serta merendahkan martabat penyandang disabilitas terutama tunagrahita.
Selain itu, Polisi dianggap lamban dalam penanganganan kasus ini. "Kami meminta agar tersangka pelecehan itu ditahan," ujar Yudi.
Koordinator Perjuangan Difabel, Jumono pun mendesak Pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar melalui Bidang Pendidikan Luar Biasa (PLB) untuk menindak tegas oknum guru yang melakukan pelecehan seksual kepada muridnya sesuai dengan undang-undang dan kode etik yang berlaku.
Jumono mengatakan, kasus pelecehan kepada penyandang Disabilitas bukan hanya kali ini saja, tetapi kejadian tersebut sudah terjadi beberapa kali, seperti tahun 2012 lalu di Yogyakarta, 2002 di Bandung, Ciamis dan lain-lainnya. "Sanksinya harus dipecat. Karena yang saya lihat mereka cuma dimutasi saja dan itu tidak akan pernah menimbulkan efek jera," tegas Jumono berapi-api.
Ketika ditanya soal kondisi lima korban pelecehan seksual tersebut, Jumono mengatakan kalau mereka masih mengalami syok dan tidak masuk sekolah karena malu sejak dilakukan visum minggu kemarin. "Kondisi korban saat ini mengalami trauma dan tidak mau masuk sekolah sejak divisum. Traumanya karena ancaman. mudah-mudahan akan langsung ada bentuk advokasi atau mendorong pendampingan hukum untuk mereka secepatnya," tegasnya.
Komunitas Penyandang Disabilitas Jawa Barat yang berada di bawah Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Forum Perjuangan Difabel dan organisasi difabel lainnya, mengancam akan turun ke jalan jika sang oknum guru tersebut tidak segera dipecat dari jabatannya, dan menjalani hukum.
"Bukan kemungkinan lagi, tapi kita pasti akan turun ke jalan jika dalam dua minggu ini masalah pelecehan seksual kepada saudara kami di Garut belum tuntas," kata Ketua Ikatan Alumni Panti Sosial Bina Netra Wiyata Guna, Suhendar di Bandung, Kamis (21/3/2013).
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Jawa Barat Yudi Yusfat mengecam keras perlakuan oknum pendidik yang telah dianggap mencederai norma-norma pendidikan, kemanusiaan, moral dan agama serta merendahkan martabat penyandang disabilitas terutama tunagrahita.
Selain itu, Polisi dianggap lamban dalam penanganganan kasus ini. "Kami meminta agar tersangka pelecehan itu ditahan," ujar Yudi.
Koordinator Perjuangan Difabel, Jumono pun mendesak Pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar melalui Bidang Pendidikan Luar Biasa (PLB) untuk menindak tegas oknum guru yang melakukan pelecehan seksual kepada muridnya sesuai dengan undang-undang dan kode etik yang berlaku.
Jumono mengatakan, kasus pelecehan kepada penyandang Disabilitas bukan hanya kali ini saja, tetapi kejadian tersebut sudah terjadi beberapa kali, seperti tahun 2012 lalu di Yogyakarta, 2002 di Bandung, Ciamis dan lain-lainnya. "Sanksinya harus dipecat. Karena yang saya lihat mereka cuma dimutasi saja dan itu tidak akan pernah menimbulkan efek jera," tegas Jumono berapi-api.
Ketika ditanya soal kondisi lima korban pelecehan seksual tersebut, Jumono mengatakan kalau mereka masih mengalami syok dan tidak masuk sekolah karena malu sejak dilakukan visum minggu kemarin. "Kondisi korban saat ini mengalami trauma dan tidak mau masuk sekolah sejak divisum. Traumanya karena ancaman. mudah-mudahan akan langsung ada bentuk advokasi atau mendorong pendampingan hukum untuk mereka secepatnya," tegasnya.
Post a Comment
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan.