TEMPO.CO, Garut
- Masyarakat Kabupaten Garut Jawa Barat mengeluhkan mahalnya pembuatan
surat izin mengemudi kendaraan sepeda motor atau SIM C dan mobil atau
SIM A di kantor kepolisian setempat. Biaya yang harus dikeluarkan
berkisar Rp 400 ribu-450 ribu.
Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa tarif pembuatan SIM C baru hanya Rp 100 ribu dan pembuatan SIM A Rp 120 ribu. Ini ditambah dengan biaya ujian keterampilan mengemudi melalui simulator Rp 50 ribu.
Seorang pemohon SIM C, Asep, 28 tahun, warga Wanaraja, mengaku menghabiskan uang Rp 400 ribu untuk mendapatkan SIM C. Uang itu di antaranya disetorkan ke biro jasa yang ditunjuk polisi Rp 350 ribu, biaya kesehatan Rp 20 ribu, sidik jari Rp 10 ribu, dan sisanya untuk pegawai kepolisian yang mengantar ke tempat biro jasa. "Uang itu diminta oleh pegawai sebelum SIM jadi," ujarnya, Kamis, 21 Maret 2013.
Hal senada diungkapkan Tati, 39 tahun, warga Garut Selatan yang mengajukan pembuatan SIM A. Dia mengatakan menghabiskan uang Rp 450 ribu bila pemohon tidak sanggup menyetorkan uang senilai itu maka dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang ujian kembali satu pekan mendatang. "Ya terpaksa saya bayar. Apalagi perjalanan dari rumah ke sini (Polres) sampai satu hari," ujarnya.
Tempo pun menelusuri keluhan ini dengan menjadi pemohon SIM A, pada Rabu hingga Kamis, 21 Maret 2012. Praktek pungli SIM ini tampak tidak kentara, di Kantor Satuan Lalulintas Kepolisian Resor Garut. Bahkan di setiap sudut ruangan ditempel aturan biaya pembuatan SIM dan imbuan larangan pungli. Namun, bila ditelisik lebih dalam, imbauan itu hanyalah sebuah slogan belaka.
Proses pembuatan SIM tampak berjalan sesuai prosedur. Sebelum melakukan pendaftaran, pemohon diwajibkan memeriksakan kesehatan di layanan kesehatan dan mencantumkan sidik jarinya. Kedua dokumen tersebut kemudian diserahkan ke bagian pendaftaran untuk mendapatkan nomor urut.
Proses selanjutnya, ujian tertulis yang dilakukan secara komputerisasi. Setelah dinyatakan lulus, pemohon diarahkan untuk menjalani ujian praktek lapangan dengan menggunakan mobil atau motor, tapi bukan berupa simulator.
Pada tahapan ini modus pungli mulai dijalankan, hampir semua pemohon SIM dinyatakan tidak lulus. Tolo-tolo atau pembatas jalan yang dipasang penguji tidak terdapat ruang lebih, hanya selebar kendaraan. Akibatnya, banyak pembatas yang tersenggol saat kendaraan menikung ataupun mundur. Alhasil, pada ujian praktek ini banyak peserta yang dinyatakan tidak lulus.
Seorang penguji yang merupakan polisi meminta pemohon untuk datang kembali menjalani ujian praktek pada pekan depan. Namun, bila ingin cepat lulus, petugas itu mengarahkan Tempo untuk mengikuti ujian di klinik mengemudi.
Setelah disanggupi, seorang pegawai berseragam di lingkungan kepolisian pun mengantarkan ke klinik tersebut. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari kantor polisi, tepatnya di Jalan Guntur Sari nomor 981, Kompleks YPI Hikmah LEC, Terminal Guntur. Klinik ini bernama Move Driving Course.
Proses di klinik hanya berlangsung sekitar 15 menit, tanpa ada ujian teori, praktek mengemudi, ataupun pengarahan soal berlalu lintas. Pemohon yang tidak dinyatan lulus diminta untuk menyerahkan berkas dari polisi. Setelah diteliti, petugas di klinik ini langsung meminta biaya administrasi Rp 350 ribu untuk SIM C dan Rp 375 ribu untuk SIM A. "Uang titipan ini akan disetorkan ke bank. Besok datang lagi ke polres untuk difoto saja," ujar salah seorang petugas kursus.
Tak hanya pembuatan SIM baru, biaya perpanjangan SIM juga tidak sesuai dengan ketentuan. Biaya perpanjangan SIM C mengabiskan Rp 180 ribu. Padahal, berdasarkan ketentuan, biaya perpanjangan hanya Rp 75 ribu. Dana sebesar Rp 180 ribu itu di antaranya sebesar Rp 150 ribu diserahkan ke polisi di bagian pendaftaran dan sebesar Rp 30 ribu untuk pembuatan asuransi.
Kepala Kepolisian Resor Garut, Ajun Komisaris Besar Umar Surya Fana, membantah bila biaya pembuatan SIM di wilayahnya mahal. Menurut dia, biaya yang dikeluarkan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dia mengimbau agar masyarakat untuk membuat SIM sesuai aturan yang berlaku. "Bila dinyatakan tidak lulus, jangan meminta bantuan kepada calo ataupun oknum polisi," katanya.
Dia juga membantah pihaknya telah bekerja sama dengan lembaga kursus mengemudi untuk meluluskan pemohon SIM. "Kami tidak pernah menandatangani perjanjian dengan lembaga kursus tertentu. Kalau ada, coba tunjukkan hitam di atas putihnya," ujar Umar.
Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa tarif pembuatan SIM C baru hanya Rp 100 ribu dan pembuatan SIM A Rp 120 ribu. Ini ditambah dengan biaya ujian keterampilan mengemudi melalui simulator Rp 50 ribu.
Seorang pemohon SIM C, Asep, 28 tahun, warga Wanaraja, mengaku menghabiskan uang Rp 400 ribu untuk mendapatkan SIM C. Uang itu di antaranya disetorkan ke biro jasa yang ditunjuk polisi Rp 350 ribu, biaya kesehatan Rp 20 ribu, sidik jari Rp 10 ribu, dan sisanya untuk pegawai kepolisian yang mengantar ke tempat biro jasa. "Uang itu diminta oleh pegawai sebelum SIM jadi," ujarnya, Kamis, 21 Maret 2013.
Hal senada diungkapkan Tati, 39 tahun, warga Garut Selatan yang mengajukan pembuatan SIM A. Dia mengatakan menghabiskan uang Rp 450 ribu bila pemohon tidak sanggup menyetorkan uang senilai itu maka dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang ujian kembali satu pekan mendatang. "Ya terpaksa saya bayar. Apalagi perjalanan dari rumah ke sini (Polres) sampai satu hari," ujarnya.
Tempo pun menelusuri keluhan ini dengan menjadi pemohon SIM A, pada Rabu hingga Kamis, 21 Maret 2012. Praktek pungli SIM ini tampak tidak kentara, di Kantor Satuan Lalulintas Kepolisian Resor Garut. Bahkan di setiap sudut ruangan ditempel aturan biaya pembuatan SIM dan imbuan larangan pungli. Namun, bila ditelisik lebih dalam, imbauan itu hanyalah sebuah slogan belaka.
Proses pembuatan SIM tampak berjalan sesuai prosedur. Sebelum melakukan pendaftaran, pemohon diwajibkan memeriksakan kesehatan di layanan kesehatan dan mencantumkan sidik jarinya. Kedua dokumen tersebut kemudian diserahkan ke bagian pendaftaran untuk mendapatkan nomor urut.
Proses selanjutnya, ujian tertulis yang dilakukan secara komputerisasi. Setelah dinyatakan lulus, pemohon diarahkan untuk menjalani ujian praktek lapangan dengan menggunakan mobil atau motor, tapi bukan berupa simulator.
Pada tahapan ini modus pungli mulai dijalankan, hampir semua pemohon SIM dinyatakan tidak lulus. Tolo-tolo atau pembatas jalan yang dipasang penguji tidak terdapat ruang lebih, hanya selebar kendaraan. Akibatnya, banyak pembatas yang tersenggol saat kendaraan menikung ataupun mundur. Alhasil, pada ujian praktek ini banyak peserta yang dinyatakan tidak lulus.
Seorang penguji yang merupakan polisi meminta pemohon untuk datang kembali menjalani ujian praktek pada pekan depan. Namun, bila ingin cepat lulus, petugas itu mengarahkan Tempo untuk mengikuti ujian di klinik mengemudi.
Setelah disanggupi, seorang pegawai berseragam di lingkungan kepolisian pun mengantarkan ke klinik tersebut. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari kantor polisi, tepatnya di Jalan Guntur Sari nomor 981, Kompleks YPI Hikmah LEC, Terminal Guntur. Klinik ini bernama Move Driving Course.
Proses di klinik hanya berlangsung sekitar 15 menit, tanpa ada ujian teori, praktek mengemudi, ataupun pengarahan soal berlalu lintas. Pemohon yang tidak dinyatan lulus diminta untuk menyerahkan berkas dari polisi. Setelah diteliti, petugas di klinik ini langsung meminta biaya administrasi Rp 350 ribu untuk SIM C dan Rp 375 ribu untuk SIM A. "Uang titipan ini akan disetorkan ke bank. Besok datang lagi ke polres untuk difoto saja," ujar salah seorang petugas kursus.
Tak hanya pembuatan SIM baru, biaya perpanjangan SIM juga tidak sesuai dengan ketentuan. Biaya perpanjangan SIM C mengabiskan Rp 180 ribu. Padahal, berdasarkan ketentuan, biaya perpanjangan hanya Rp 75 ribu. Dana sebesar Rp 180 ribu itu di antaranya sebesar Rp 150 ribu diserahkan ke polisi di bagian pendaftaran dan sebesar Rp 30 ribu untuk pembuatan asuransi.
Kepala Kepolisian Resor Garut, Ajun Komisaris Besar Umar Surya Fana, membantah bila biaya pembuatan SIM di wilayahnya mahal. Menurut dia, biaya yang dikeluarkan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dia mengimbau agar masyarakat untuk membuat SIM sesuai aturan yang berlaku. "Bila dinyatakan tidak lulus, jangan meminta bantuan kepada calo ataupun oknum polisi," katanya.
Dia juga membantah pihaknya telah bekerja sama dengan lembaga kursus mengemudi untuk meluluskan pemohon SIM. "Kami tidak pernah menandatangani perjanjian dengan lembaga kursus tertentu. Kalau ada, coba tunjukkan hitam di atas putihnya," ujar Umar.
Post a Comment
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan.