tempo.co - Skandal pembelian gedung Bank BJB mulai terkuak. Dua pelaku telah
ditetapkan sebagai tersangka korupsi pembelian gedung T-Tower senilai Rp
543,4 miliar. Hanya, Kejaksaan Agung perlu mengusut kasus ini hingga
tuntas, termasuk aliran duit hasil patgulipat.
Indikasi adanya korupsi mudah tercium karena BJB-dulu bernama
Bank Jabar-- bersedia membeli T-Tower, yang belum dibangun sama sekali.
Gedung itu akan didirikan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, oleh PT
Comradindo Lintasnusa Perkasa. Pada November 2012, bank milik Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dan Banten itu bahkan sudah membayar uang muka 40
persen atau sekitar Rp 217 miliar.
Kejaksaan telah menjerat dua tersangka: Kepala Divisi Umum BJB
Wawan Indrawan dan Direktur PT Comradindo Triwiyasa. Dua nama ini
tertera dalam kesepakatan jual-beli gedung T-Tower yang berpotensi
merugikan negara. BJB-Comradindo sepakat pada harga Rp 38 juta per meter
persegi. Kecurigaan terhadap transaksi ini bukan hanya karena cara
pembeliannya, tapi juga harganya yang terlalu mahal untuk 14 lantai
gedung T-Tower.
Hingga kini lokasi gedung T-Tower masih tanah kosong seluas 7.000
meter persegi. Anehnya, tanah ini bukan milik PT Comradindo, melainkan
PT Sadini Arianda. Pemilik Sadini tak jelas. Alamat resminya di Jalan
Balikpapan Raya, Jakarta Pusat, bahkan ditempati penjual mobil yang
sudah sepuluh tahun di sana. Juga tak ada dokumen otentik yang
menyatakan PT Sadini punya kaitan dengan PT Comradindo.
Kejaksaan mesti membongkar kongkalikong di balik pembelian gedung
itu, termasuk aliran dananya. Nyatanya, Bank BJB telah menggelontorkan
uang muka dan cicilan Rp 27 miliar per bulan sejak Januari lalu. Jika
perlu, kejaksaan menggunakan Undang-Undang Pencucian Uang agar duit BJB
yang telanjur mengalir ke mana-mana bisa diusut sekaligus disita.
Penting pula jaksa mengungkap apakah kasus ini juga melibatkan
direksi, bahkan komisaris BJB. Kebetulan Ahmad Heryawan sebagai Gubernur
Jawa Barat pemegang kuasa pemilikan saham pemerintah daerah di bank
ini. Kecurigaan muncul karena pembayaran uang muka dilakukan menjelang
pemilihan Gubernur Jawa Barat, Februari lalu. Saat itu Ahmad Heryawan
alias Aher maju lagi untuk jabatan periode kedua dan akhirnya memenangi
pertarungan.
Kasus pembelian gedung BJB diduga berkaitan dengan pembiayaan
kampanye calon gubernur dari Partai Keadilan Sejahtera. Aliran uang muka
itu terdeteksi salah satunya masuk ke rekening PT Brocade Insurance and
Broker. Perusahaan penjamin kredit ini diduga milik seorang politikus
PKS. Kejaksaan juga perlu mengusut kaitan PT Comradindo dengan partai
ini.
Simpul-simpul itu bisa menjadi petunjuk bagi jaksa dalam mengusut
aktor intelektual skandal tersebut. Publik akan bertanya-tanya jika
pengusutannya hanya berhenti pada "pemain lapangan". Tanpa tekanan pihak
lain, sulit membayangkan pejabat BJB begitu ceroboh membeli gedung yang
belum dibangun dengan harga mahal.
Post a Comment
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan.